Run Away
Yoongi sedang
menaiki sebuah bus malam terakhir yang dia dapat. Dia sama sekali tidak tahu
kemana dia akan pergi. Tidak ada rencana apapun dalam benaknya.
Bus itu sangat
sepi. Hanya ada tiga orang di dalamnya. Pak supir, dirinya yang duduk di kursi
paling belakang, dan seorang gadis berseragam sekolah yang menempati kursi
barisan depan. Gadis itu menarik perhatian Yoongi.
Ini bukan
sebuah proses jatuh cinta pada pandangan pertama yangs sering tergambar pada
drama. Cinta? Tidak ada ruang untuk itu dalam hidup Yoongi saat ini. Yoongi
hanya penasaran hidup seperti apa yang sedang dijalani gadis itu. Kenapa
selarut ini dia tidak tidur di rumah? Apa dia belajar hingga larut dan baru
pulang sekarang? Apa dia baru pulang dari pekerjaan paruh waktunya? Apa dia
sedang kabur dari rumah, sama seperti
yang Yoongi lakukan sekarang?
Yoongi memasang
earphone pada kedua telinganya. Menyandarkan kepalanya di kaca jendela. Ia
menatap jalanan yang sepi. Jalanan yang asing baginya. Bus ini telah membawanya
menjauh. Dari rumahnya, dari ayahnya, dari ibunya, dari hidup yang selama ini
dia jalani.
Ia mengingat
kembali percakapan dengan ibunya:
”Yoongi-yah… pergilah dari rumah…”
“Hah? Apa maksud ibu?”
“Ibu tidak tahan melihatmu hidup seperti ini. Ibu
tahu, kamu tidak bisa hidup tanpa musik, itu adalah mimpimu. Tapi ayahmu tidak
akan pernah mengijinkanmu. Dia menyayangimu, dengan cara yang salah, dengan
cara yang pada kenyataannya hanya menyakiti kita semua. Ibu hanya ingin
melihatmu bahagia, dan mungkin hanya ini yang bisa ibu lakukan. Pergilah…,
lakukan apa yang kamu cintai. Kejarlah mimpimu…”
“Bagaimana dengan ibu?”
“Tentu ibu akan sedih hidup jauh darimu. Tapi
melihatmu bersedih, lebih menyakitkan hati ibu.”
“Apa menurut ibu, ini tidak akan menimbulkan masalah
yang lebih besar? Aku tidak ingin ayah melakukan hal buruk pada ibu atas apa
yang aku lakukan.”
“Ayahmu tidak akan menyakiti ibu, percayalah.
Sebaiknya kamu segera bersiap-siap dan pergi sekarang. Bawalah ini…..”
“Uang? Dari mana ibu mendapatkannya?”
“Ibu ada sedikit simpanan. Hiduplah dengan baik, dan
tunjukkan pada ayahmu bahwa kamu bisa berhasil. Ibu percaya padamu.”
Yoongi menangis
mengingat ibunya. Hal yang tidak pernah dia lakukan, bahkan ketika ayahnya
menghajarnya.
Bus berhenti.
Gadis itu turun.
Saat bus hendak
berjalan, Yoongi bangkit dari tempat duduknya, dan berlari turun. Bukan untuk
mengejar gadis itu, tapi karena dia memang ingin turun. Lagipula dia tidak
memiliki tujuan dan tidak tahu harus kemana. Dia hanya akan berjalan, dan
mengikuti kemana langkah kaki membawanya pergi.
“Apa kau
mengikutiku?”
“Apa?!”, Yoongi
terkejut saat gadis di bus tadi menghentikan langkah dan menoleh padanya.
“Aku tanya, apa
kau mengikutiku?”
“Tidak.”
“Lalu kenapa
kau turun dari bus dan berjalan di belakangku?”
“Karena aku
memang ingin turun di sini.”
“Kalau begitu
jalanlah lebih dulu.”
Gadis itu
membuat gerakan mempersilahkan Yoongi berjalan duluan.
Yoongi
mengerutkan alis dan berjalan melewati gadis itu. “Gadis aneh.”, ucap Yoongi
lirih.
Ia masih tidak
tahu akan kemana. Memandang kesana dan kemari, berpikir dimana ia akan
bermalam. Haruskah dia tidur di sauna saja? Atau pergi ke motel? Tapi dia sama
sekali tidak mengenal daerah ini. Ponselnya pun sudah mati karena baterainya
habis.
Ternyata gadis
itu masih berjalan di belakang Yoongi.
“Maaf nona, aku
rasa kau yang mengikutiku. Kenapa kau masih berjalan di belakangku?”
“Ini memang
jalan ke rumahku. Dan kau juga terlihat mencurigakan, menoleh kesana kemari
tidak jelas. Sebenarnya apa yang sedang kau cari? Jangan-jangan kau seorang
pencuri?”
“Bisakah kau
hentikan khayalanmu itu?”
“Lalu apa yang
kau cari? Mencari rumah seseorang yang kau kenal?”
“Urus saja
urusanmu sendiri.”
“Ini menjadi
urusanku karena kau berada di lingkunganku.”
“Ada apa denganmu?
Jangan perdulikan aku, dan cepat pulang saja. Berhenti berkeliaran tengah malam
dengan seragammu itu.”
“Aku akan
mengabaikanmu kalau kau berhenti bertingkah mencurigakan. Aku tidak pernah
melihatmu sebelumnya. Aku yakin kau tidak tinggal di daerah ini.:”
“Apa kau pikir
seorang pencuri akan mengaku bahwa dia akan mencuri? Kau tidak takut aku
mungkin menyakitimu? Ini sudah malam dan kau sendirian.”
“Hahahahaa…”,
gadis itu tertawa.
Ia kemudian
melanjutkan, “Kenapa aku harus takut pada laki-laki kurus berwajah pucat sepertimu?”
Yoongi memilih
pergi dari pada meladeni gadis aneh itu.
“Hey…., aku
belum selesai bicara padamu!”
Gadis itu tetap
berjalan di belakang Yoongi.
Meski kesal,
Yoongi memilih diam dan mengabaikan. Kemudian dia berhenti di sebuah rumah. Di depannya
ada sebuah papan yang mengatakan bahwa disana menyewakan kamar. Sedikit ragu
karena ini sudah memasuki dini hari, Yoongi menekan bel pintu. Seorang lelaki
paruh baya muncul dari balik pintu. Dia adalah Tuan Park, ang pemilik rumah.
“Permisi paman,
apakah Anda masih memiliki kamar kosong untuk disewakan?”, tanya Yoongi.
“Tidak ada
kamar kosong.”, gadis itu menyahut dari belakang.
“Namseok-ah,
kau sudah pulang…”, ucap Tuan Park saat melihat gadis itu.
“Iya ayah….”
Yoongi tidak
percaya dengan apa yang dia dengar. ‘Ayah?’, gadis aneh itu anak pemilik rumah
sewa ini.
“Maaf anak
muda, apa kau ingin menyewa kamar disini?”, lelaki itu kembali menatap Yoongi
setelah menyapa anaknya.
“Ah, iyaa. Tapi
kalau sudah tidak ada kamar, tidak apa-apa paman.”
“Hahahaa,
jangan dengarkan Namseok, dia hanya bercanda. Masih ada satu kamar kosong
disini. Siapa namamu?”
“Min Yoongi.”
“Apa ayah yakin
menyewakan kamar pada orang aneh ini?”, protes Namseok.
“Apa kalian
saling kenal?”, tuan Park menatap Yoongi dan Namseok bergantian.
“Tidak!” Yoongi
dan Namseok menjawab bersamaan. Kemudian mereka saling melempar pandang.
Tuan Park
tersenyum melihat kekompakan mereka.
“Baiklah, ayo
kita masuk dulu. Yoongi-ssi, aku akan mengantarkanmu ke kamar. Dan kau gadis
kecil, segera masuk kamarmu dan tidur.”
Yoongi dan
Namseok berjalan masuk melewati ruang tamu, mengikuti Tuan Park yang berjalan
di depan mereka.
Sambil
memicingkan mata, Namseok berbicara pada Yoongi dengan setengah berbisik, “Hey,
aku akan mengawasimu….”