The Break Up
Hoseok kembali
ke kelas setelah selesai mengisi siaran radio siang ini. Taehyung menarik
kursinya ke bangku Hoseok.
“Hoseok-ah, apa
Yoongi hyung masih tidak datang ke ruang siaran hari ini?”
“Iya. Aku
bertanya pada teman sekelasnya, dan katanya sudah seminggu ini Yoongi tidak
masuk sekolah.”
“Hyung juga
tidak pernah datang ke kafe untuk bekerja. Apa terjadi sesuatu padanya?”
“Aku tidak tahu.
Yoongi hyung tidak mengangkat telepon ataupun membalas pesan dariku.”
“Rasanya tidak
menyenangkan lagi bekerja di kafe, tanpa Yoongi hyung di sana.”
“Apa kau akan
berhenti hanya karena tidak ada Yoongi hyung?”
“Bukan seperti
itu…”
“Yaa, Kim
Taehyung, jangan seperti anak kecil, kau butuh pekerjaan itu.”
“Bagus untukmu,
karena kau tidak perlu khawatir harus pergi bekerja saat mood mu sedang tidak
baik. Aku hanya merasa kehilangan.”
“Bukan hanya
kau yang merasa kehilangan. Bisakah kau berhenti bersikap seolah kau adalah
orang yang paling menderita?!”
“Kenapa kau
berkata dengan nada tinggi padaku?”, Taehyung terkejut dengan respon Hoseok.
“Kau pikir aku
hidup dengan nyaman hanya karena orang tuaku memberiku uang?”
“Aku tidak
mengerti maksudmu.”
“Ya, tentu saja
kau tidak akan pernah mengerti , karena kau hanya melihat semuanya tentang
dirimu. Kau hanya perduli pada dirimu, pada kehidupanmu yang kau anggap
meyedihkan.”
“Jadi seperti
inikah caramu menilaiku selama ini? Aku yang hanya perduli tentang diriku
sendiri? Bagaimana kau ingin aku mengerti, jika kau tidak pernah berkata apapun
tentang dirimu?”
“Apa yang bisa
aku katakan jika kau selalu mengeluh padaku?”
“Baiklah, sudah
cukup. Seseorang yang egois dan menyedihkan ini, akan berhenti mengganggumu
mulai sekarang.”
Taehyung pergi
meninggalkan kelas.
Hoseok
tidak tahu kenapa semua itu keluar dari mulutnya. Amarah yang ia pendam di
rumah, telah tumpah kepada sahabatnya, Taehyung. Ia meninju mejanya dengan
kesal.