Part 13. Kim Namjoon
Aku tidak ingat bagaimana aku
sampai di sini.
Aku hanya membuka mata, dan
tiba-tiba sudah berada di sini.
Awalnya aku bertanya-tanya, ada
di mana aku sekarang?
Apa aku sudah mati saat ini?
Tempat ini terasa familiar.
Benar. Ini adalah sekolah.
Hanya saja, tidak ada seorang pun
selain aku.
Sesaat aku mendengar suara
langkah kaki.
Aku tidak yakin apa aku
benar-benar sendirian.
Tidak ada lampu di sini.
Meski tidak sepenuhnya gelap,
karena ada beberapa lilin yang menempel di dinding.
“Guru Lee, apakah itu kau?”
“Apa kabar Kim Namjoon? Jadi kau
memutuskan untuk mengakhiri kesepakatan kita?”
“Apa sekarang ini aku sudah
mati?”
“Tidak.”
“Lalu?”
“Kau tidak hidup dan juga tidak
mati. Kau hanya berada di sini.”
“Apa aku akan selamanya di sini?”
“Tergantung apa yang dilakukan
oleh sahabatmu.”
“Sahabatku?”
“Ya, sahabatmu. Para member yang
kau miliki.”
“Apa mereka tahu apa yang terjadi
padaku?”
“Tidak ada seorang pun yang
mengingat tentang dirimu. Tapi bila mereka menyadari kepergianmu, aku akan
memberimu sebuah penawaran baru.”
“Apa kau sedang memberiku harapan
kosong? Bagaimana mungkin orang yang tidak memiliki memori tentangku, sadar
bahwa aku menghilang.”
“Kita lihat saja apa yang akan
terjadi padamu.”
Part 14. Park Jimin
Aku melihat wajah Kim Seokjin
yang terkejut di depan pintu.
Seseorang sedang tersenyum lebar.
Guru Lee Hyun.
“Selamat datang Kim Seokjin, Jung
Hoseok, Kim Taehyung. Silahkan bergabung….”
Kami sudah tertangkap basah.
Dalam kondisi yang masih terkejut
dengan surat perjanjian yang kami temukan, tiba-tiba Guru Lee masuk.
Dan sekarang member yang lain
ikut bergabung di sini.
“Jadi, siapa yang ingin
bercerita? Apa yang sedang kalian lakukan di sekolah malam-malam? Di
ruanganku?”
“Guru Lee sendiri, apa yang Guru
Lee lakukan malam-malam begini di sekolah?”, dengan spontan aku balik bertanya.
Inilah yang dilakukan orang yang
bersalah, mencoba mencari kesalahan pihak lain.
“Aku? Ini ruanganku, aku bisa
berada di sini kapan pun aku mau. Apa ada yang salah?”
“Apa Guru Lee yakin hanya karena
itu? Bukan karena ada sesuatu yang ingin kau sembunyikan di sini?”
“Tentu saja ada banyak hal yang
kusembunyikan. Bukankah wajar ingin melindungi apa yang kau miliki?”
“Apakah termasuk ini?”, aku
mengarahkan tanganku yang sedang memegang surat perjanjian ke hadapannya dan
lanjut bertanya, “Siapa Kim Namjoon? Dan apa yang terjadi padanya?”
“Aku akan mengajukan pertanyaan
yang sama, kepada kalian berenam. Memangnya siapa Kim Namjoon? Kenapa kalian
mencarinya?”
Tidak seorangpun dari kami
menjawab pertanyaan Guru Lee.
Siapa Kim Namjoon? Itu yang
sedang kami coba cari tahu.
Melihat kami yang hanya diam,
Guru Lee berkata, “Kenapa kalian berusaha mencari seseorang yang bahkan tidak
kalian ingat?”
“Aku hanya tahu dia seharusnya
berada disini. Aku memang tidak dapat mengingatnya, tapi aku dapat merasakan
bahwa dia seseorang yang penting bagiku.”
“Penting?”, Guru Lee menyeringai
padaku. “Bila dia memang penting, kalian tidak akan membiarkannya menghilang.”
“Maksudmu kami penyebab
menghilangnya Kim Namjoon?”
“Tidak secara langsung. Tapi bisa
dikatakan seperti itu.”
Aku sama sekali tidak menangkap inti dari
percakapan panjang ini.
Lebih sulit memahami bahasanya,
dari pada memahami bahasa Taehyung. Entah karena dia guru sastra, atau memang
aku yang bodoh.
Tidak perduli seberapa keras aku
menggali dalam ingatanku, tidak ada sedikitpun memori tentang Kim Namjoon.
“Baiklah, anggap saja memang kami
penyebab dia menghilang, meski aku tidak tahu bagaimana itu terjadi. Apa kau
tahu dimana dia berada sekarang?”
“Aku tidak punya alasan kenapa aku
harus menjawab pertanyaanmu.”
“Kami tidak akan meninggalkan
ruangan ini sampai kami mendapatkan penjelasan darimu.”
“Aku hargai rasa ingin tahumu
yang tinggi Park Jimin. Tapi apapun yang kau dengar dariku, tidak akan merubah
kenyataan bahwa Kim Namjoon pergi.”
“Apa artinya dia sudah mati? Apa
dia melanggar surat perjanjian ini dan berakhir kehilangan nyawanya? Kenapa dia
membuat perjanjian seperti ini?”
“Dia tidak mati. Dia hanya pergi
ke suatu tempat. Kau ingin tahu perjanjian apa ini? Dia telah menukar jiwanya
untuk mendapatkan pengakuan orang-orang.”
“Pengakuan?”
“Iya, pengakuan. Dia ingin
berhenti diabaikan.”
“Kenapa dia merasa diabaikan?
Kami tidak mungkin mengabaikan bagian dari kami.”
“Kalian bilang tidak
mengabaikannya? Lalu apa yang kalian lakukan saat dia mendapat perlakuan tidak
adil dari orang-orang? Oh, aku hampir lupa. Kalian tidak mengingat apapun,
termasuk kesalahan yang telah kalian lakukan. Kalian hanya diam saja saat orang
lain mengabaikan Kim Namjoon. Mungkin bagi kalian tidak ada masalah selama
kalian tidak ikut mengabaikan keberadaan Kim Namjoon, tapi bagi dia hal itu
menyakitkan. Memang benar semua orang punya kebebasan dalam bertindak, dan
kalian tidak bisa mengatur bagaimana orang harus bersikap pada Kim Namjoon.
Tapi itu semua hanya alibi agar kalian tidak merasa bersalah. Kalian hanya
egois. Kalian takut orang-orang akan ikut mengabaikan kalian juga bila kalian
membela Kim Namjoon. Apa kau puas dengan penjelasanku Park Jimin?”
Guru Lee seolah menembakkan
peluru bertubi-tubi tepat di jantungku, sebanyak tiap kata yang terucap dari
bibirnya.
Apakah aku sungguh seburuk itu?
Apa aku sungguh egois?
Apa setelah mendengar semua ini
aku ingin tetap bertemu Kim Namjoon?
Iya, aku tetap ingin bertemu
dengannya.
Mungkin jika bertemu dengannya,
aku akan mengingat kembali semuanya.
Aku terlalu malu menyebut diriku
sebagai seorang sahabat. Tapi aku akan minta maaf dan berusaha memperbaiki
kesalahanku.
Aku harus menemui Kim Namjoon.
“Apa yang harus kami lakukan
untuk membuat Kim Namjoon kembali?”
“Tidak ada.”
“Apakah sungguh tidak ada cara
untuk membawanya kembali? Aku akan melakukannya apapun itu.”
“Saat ini, yang bisa
menyelamatkan Kim Namjoon adalah dirinya sendiri. Sebaiknya sekarang kalian
pulang ke rumah masing-masing.”
Aku merasa tidak pantas hidup
lagi.
Bagaimana mungkin aku bisa
bernafas dan menjalani hidup seolah tidak terjadi apa-apa, sementara Kim
Namjoon entah dimana dia berada sekarang, entah apa yang dia alami disana.
Aku harap bumi terbelah dan
menelanku hidup-hidup.
Part 15. Kim Namjoon
Aku pikir aku sedang berada di
sekolah, tapi aku salah.
Entah sudah berapa tangga yang kunaiki,
bangunan ini seolah memiliki lantai tak terhingga.
Saat aku menengok ke bawah, aku
tidak dapat menemuka lantai dasar.
Aku tidak ingat dari lantai
berapa aku mulai, dan tidak tahu di lantai berapa aku sekarang.
Sekali lagi aku mendengar langkah
kaki.
Tidak perlu lagi bertanya-tanya
langkah kaki siapa itu.
Yang ingin aku tahu adalah, apa
yang akan dia katakan kali ini.
“Apa kau menungguku Kim Namjoon?
Tidakkah kau merasa kesepian?”
“Sejujurnya aku tidak
sungguh-sungguh mengharapkan kedatanganmu Guru Lee. Tapi terimakasih telah
berkunjung.”
“Aku kesini untuk memberimu sebuah
penawaran.”
“Jadi memberku tahu aku
menghilang?”
“Kenapa? Apa kau merasa senang?
Aku cukup tersentuh dengan usaha yang dilakukan mereka, terutama Park Jimin.”
Seketika aku merasa bodoh.
Bagaimana mungkin aku bisa
menjadi serakah, dan berakibat hingga seperti ini.
Kenapa aku hanya berfokus pada
perlakuan orang terhadapku. Padahal ada member yang selalu ada untukku.
Aku memiliki Kim Seokjin, Jung
Hoseok, Park Jimin, Jeon Jungkook, Min Yoongi, Kim Taehyung. Apa lagi yang kuperlukan?
“Apa yang akan Guru Lee tawarkan
padaku.”
“Sebuah kebebasan. Kau bisa
keluar dari sini, dan kembali menjalani kehidupanmu. Tapi ini semua tergantung
dengan keputusan yang akan kau buat. Sama seperti sebelumnya, tidak ada hal
yang kau dapat dengan percuma.”
“Apa lagi yang akan kau ambil
dariku?”
“Aku tidak akan mengambil apapun
dari dirimu. Ini sebuah pertukaran. Kau bisa keluar dari sini, dengan syarat Park
Jimin yang akan menggantikan posisimu disini. Semua terserah padamu. Kau tetap
memilih berada disini, atau bertukar posisi dengan Park Jimin? Silahkan
pikirkan, aku akan memberimu waktu.”
“Tidak perlu memberiku waktu. Aku
bisa memberi jawaban padamu saat ini juga.”
“Apa kau yakin tidak ingin
memikirkannya baik-baik?”
“Ini bukan sesuatu yang perlu
untuk dipikirkan. Aku akan memilih berada disini.”
“Kau yakin dengan pilihanmu?”
“Aku rasa aku mulai terbiasa ada
disini. Sendirian, tanpa siapapun. Aku tidak perlu lagi perduli bagaimana orang
memperlakukanku, aku tidak perlu khawatir orang-orang akan mengabaikanku.
Sepertinya berada di sini jauh lebih baik dibanding aku kembali.”
“Baiklah bila memang itu yang kau
inginkan. Sesuai yang aku katakan, semua tergantung pada keputusanmu. Dan aku
akan memenuhi kata-kataku.”
************
Aku merasa seseorang
menggoyang-goyangkan tubuhku.
Perlahan aku membuka mata.
“Hyung…, bangunlah…..”
Apakah yang dihadapanku saat ini
sungguh Park Jimin? Apa aku sedang bermimpi?
“Hyung…, ayo bangun!”
Jimin tetap memintaku bangun
meski kedua mataku telah terbuka.
Mungkin karena aku tidak merespon
apapun.
“Jimin-ah….”
“Kenapa kau menatapku seperti itu
hyung? Cepat bangun. Bagaimana mungkin kau bisa tidur, sebentar lagi ujian
dimulai.”
“Ujian?”
“Sebaiknya sekarang kau ke kamar
mandi dan mencuci mukamu hyung, agar kau bisa sepenuhnya bangun.”
Jimin berjalan pergi ke
bangkunya.
Aku menatap ke sekeliling
ruangan.
Aku sedang berada di kelas, di
bangkuku.
Semua anak duduk di bangku mereka
masing-masing.
Jimin sedang bercanda dengan
Jungkook yang duduk di depannya.
Tiba-tiba wakil kepala sekolah
masuk ke dalam kelas.
“Selamat pagi anak-anak. Karena
wali kelas kalian sedang cuti, Guru Lee Hyun akan menjadi wali kelas sementara bagi
kalian, dan akan menjaga ujian pagi ini.”
Tunggu dulu, apa yang sedang
terjadi sekarang?
Guru Lee? Ujian? Tanggal berapa
saat ini?
Apa selama ini yang terjadi
padaku hanya mimpi belaka?
Apa aku sedang mengalami déjà vu?
-END-
Gatau sih ini penting apa endak
buat dijelaskan. Cuma klarifikasi aja, Namjoon bisa kembali lagi karena dia
udah buat keputusan yang tepat. Intinya
terletak pada keputusan, bukan pilhan yang ditawarkan. Sekian… :D