Long Time No See
“Seokjin, cepatlah, ayahmu sudah menunggu di
mobil.”, Terdengar teriakan dari lantai 1.
“Iya bu, aku
akan turun.”
Tak lama
kemudian Seokjin sudah berada di dalam mobil bersama ayahnya. Ia berharap
menghabiskan waktu perjalanan dalam diam, meski faktanya hal itu tidak akan
pernah terjadi.
“Ayah dengar
dari Kepala Sekolah, saat ulangan harian Bahasa Inggris kemarin kau hanya
mendapat nilai 96. Apa kau mulai malas belajar akhir-akhir ini, merasa sudah
cukup pintar? Jangan bersantai hanya karena kau masih ranking 1 di sekolah.
Tidak perlu mengikuti kegiatan yang tidak penting, dan berhentilah membuang
waktu bersama Namjoon di atap sekolah.”
“Maafkan aku.
Aku akan belajar lebih keras lagi ke depannya. Ayah tenang saja, aku sudah
tidak ikut kegiatan apapun semenjak berhenti sebagai ketua OSIS. Aku akan berhenti
pergi kea tap sekolah bila memang ayah ingin demikian.”
Inilah sebabnya
Seokjin lebih memilih diam daripada berbincang dengan ayahnya. Tidak ada
sepatah katapun yang menyenangkan untuk didengar.
Setelah memakan
satu jam perjalanan, mereka sampai di tempat yang dituju. Sebuah panti asuhan
dimana ayah Seokjin menjadi salah satu donator di sana.
Sambil menunggu
ayahnya berdiskusi dengan pengurus panti asuhan, Seokjin berjalan-jalan di
taman. Dia ingat ada sebuah ayunan di bagian timur taman.
Ternyata ayunan
itu masih ada. Warna putih yang sama, tampak bagus dan terawat. Tiba-tiba ia
merasa sedikit bangga ayahnya menjadi seorang donator yang tidak sia-sia. Uang
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Ada seseorang
yang duduk di ayunan itu. Tidak terlihat seperti seorang anak-anak. Mungkin
sekilas ia tampak seperti seseorang yang seumuran denganSeokjin. Tanpa pikir
panjang, Seokjin pun berjalan mendekati ayunan. Merasa sedikit terkejut
mengetahui siapa yang duduk di sana.
“Jungkookie?”
“Seokjin
hyung?”
“Uwaah, aku
tidak percaya ini benar-benar dirimu. Kau tumbuh dengan sangat baik.”
Jungkook
tersenyum, bergeser untuk memberi Seokjin tempat duduk. Kemudian mereka saling
mengobrol.
“Aku hampir
tidak mengenalimu karena kau sudah sebesar ini sekarang.”
“Kurasa kau berlebihan
hyung. Kau hanya lebih tua satu tahun dariku, tapi kau bersikap seolah aku anak
kecil yang dulu kau temui di masa lalu.”
“Kau memang
tampak mungil dan menggemaskan dahulu. Satu-satunya yang tidak berubah darimu
adalah gigi kelinci itu. Hahahaa….”
“Sudah lama
sekali sejak hyung terakhir datang kemari.”
“Kau benar.
Mungkin sekitar 4 tahun yang lalu. Itu pertama kalinya aku bertemu denganmu.
Setelah itu aku tidak pernah ikut ayahku lagi.”
“Apakah hyung
masih suka memasak?”
“Ayah
melarangku masuk dapur sejak 3 tahun yang lalu. Aku tidak pernah lagi membantu
ibuku memasak. Bagaimana denganmu, kau sudah menemukan apa yang ingin kau
lakukan?”
“Tidak lama
setelah hyung datang kesini dulu, aku menemani ibu panti untuk berbelanja. Aku
melihat seorang musisi jalanan menyanyi dengan indah. Ia terlihat keren dengan
gitarnya.”
“Jadi kau mulai
bermain gitar sekarang?”, Seokjin melempar pandang pada gitar yang tergeletak
di atas rumput.
Jungkook
menjawab dengan anggukan.
“Bisakah kau
mainkan sebuah lagu untukku?”
Jungkook mulai
memetik senar gitar, dan bernyanyi.
“sumeul keuge swieobwayo
dangsinui gaseum yangjjogi
jeorige
jogeumeun apaol ttaekkaji
sumeul deo baeteobwayo
dangsinui ane nameun ge eobdago
neukkyeojil ttaekkaji
sumi beogchaollado gwaenchanhayo
amudo geudael tathajin anha
gakkeumeun silsuhaedo dwae
nugudeun geuraesseunikka
gwaenchanhdaneun mal
malppunin wirojiman
nugungaui hansum
geu mugeoun sumeul
naega eotteohge hearil suga
isseulkkayo
dangsinui hansum
geu gipil ihaehal sun eobgetjiman
gwaenchanhayo
naega anajulgeyo”
Jungkook
berhenti bernyanyi, menoleh ke kanan untuk melihat reaksi Seokjin.
“Hyung, apakah kau menangis?”
“Aku tidak menyangka kau bisa bernyanyi
sebagus ini. Kau bahkan membuatku merinding.”, Seokjin menggosok kedua
lengannya sambil tertawa. Dan melanjutkan, “Aku yakin kau pasti popular
dikalangan para gadis.”
“Aku bersekolah di sekolah khusus
laki-laki hyung.”
“Tapi aku yakin kau mungkin mampu membuat
laki-laki terpesona padamu. Hahahaa…”
“Apa kau yakin baik-baik saja hyung? Kau
mulai tertawa sambil menangis.”
“Aku hanya terharu. Lagu siapa yang kau
mainkan tadi?”
“Lagu Lee Hi, judulnya Breathe. Kau sama
sekali tidak pernah mendengar sebelumnya.”
Seokjin hanya menggeleng.
Tiba-tiba supir Seokjin datang
menghampiri.
“Tuan, ayah anda mencari.”
“Baiklah, tunggu sebentar.”
Seokjin bangkit dari duduknya hendak
pergi. Tapi kemudian ia menoleh ke Jungkook.
“Apa kau membawa ponselmu?”
“Hah? Iya. Kenapa?”
“Pinjam sebentar.”
Seokjin, meraih ponsel dari tangan
Jungkook, mengetik sesuatu, kemudian menyerahkan kembali pada Jungkook.
“Itu nomerku. Kau bisa menghubungi bila
mungkin memerlukan sesuatu. Aku pergi dulu, sampai jumpa.”
Seokjin berjalan pergi. Bahunya yang
lebar perlahan-lahan menjauh.
Jungkook menatap nomor yang ada di layar
ponselnya. Menyimpannya dengan nama “Jinie Hyung”.