"When I See You Again" (cont'd...)

Part 4
Taehyung tidak pernah muncul lagi di ruang galeri. Dia tidak lagi datang ke sekolah.
Wali kelas menyampaikan bahwa Taehyung telah pindah sekolah, tanpa menyebutkan kemana dia pindah.
Mendengar hal itu, Jimin langsung mendatangi rumah Taehyung sepulang sekolah. Tapi yang dia temukan hanyalah sebuah bangunan kosong.
Jimin berharap dapat memutar kembali waktu. Dia akan mencoba memahami perasaan Taehyung pada hari itu. Dia tidak akan diam saja membiarkan Taehyung pergi meninggalkan ruangan, yang tanpa dia sangka akan berarti pergi tanpa pernah kembali.
Hari-hari berjalan dengan sangat cepat. Dan tanpa terasa 7 pun tahun sudah berlalu.
Taehyung sedang berada di sebuah taman untuk pemotretan koleksi musim gugur salah satu brand ternama.
Saat sedang break, dia melihat seseorang yang tampak tidak asing.
“Jeon Jungkook…”, Taehyung berkata pada dirinya sendiri.
Dari jauh Jungkook tersenyum setelah tahu Taehyung menyadari keberadaannya.
Taehyung berjalan menghampiri Jungkook.
“Hai, hyung…..”, sapa Jungkook diiringi senyum kelincinya.
“Hai Jungkook-ah. Apa yang kau lakukan disini?”
“Menemuimu.”
Belum sempat menanggapi kunjungan mendadak dari Jungkook, seorang staff berteriak, “Taehyung-ssi, ayo kita mulai lagi….”
“Baik, sebentar…”, jawab Taehyung.
Dia kemudian berkata pada Jungkook, “Sebentar lagi aku selesai, tunggu aku di café seberang. Aku akan menemuimu disana.”
Usai sesi pemotretan, Taehyung menepati janjinya untuk  menemui Jungkook.
“Kkook-ah, kenapa kau tidak masuk dan menunggu di dalam café?”
“Aku ingin makan burger saja… heheheee.”
Mereka berdua akhirnya pergi ke restoran cepat saji, membeli dua buah burger, dua gelas cola, dan seporsi kentang goreng.
“Bagaimana kau bisa menemukanku di sini?”, Taehyung membuka percakapan setelah meneguk cola-nya.
“Kalau kau ingin terus sembunyi, seharusnya kau bersembunyi dengan benar, bukannya malah menghiasi sampul-sampul majalah hyung.”
“Aku tidak berniat sembunyi dari siapapun.”
“Lantas yang kau lakukan 7 tahun lalu?”
“Butuh waktu bagiku untuk menyadari bahwa yang kulakukan saat itu adalah sebuah kebodohan.”
“Apakah 7 tahun masih tidak cukup untuk membuatmu sadar?”
“Bukan seperti itu.”
“Lalu kenapa kau tidak pernah kembali lagi menemui kami?”
“Karena mungkin kalian sudah terbiasa hidup dengan baik tanpaku. Dan juga….. aku tidak punya keberanian untuk kembali, setelah membiarkan keegoisan menguasaiku waktu itu.”
“Hyung…, apa kau ingin pergi ke sekolah setelah ini?”
Jungkook mengajak Taehyung ke SMA mereka dulu. Memasuki gerbang sekolah, Jungkook mengingat kembali hari pertama kali dia mengenal Taehyung. Mereka sedang dihukum bersama oleh guru olah raga karena datang terlambat, dan menjadi partner membersihkan lapangan basket selama seminggu.
Mereka kemudian memasuki gedung sekolah. Kelas-kelas yang biasa mereka tempati. Tangga yang biasa mereka lewati. Lorong dimana mereka berlarian. Toilet yang mereka gunakan untuk mengerjai Hoseok saat berulang tahun.
Semua memori itu kembali diputar ulang. Tidak hanya Jungkook. Taehyung juga bisa mengingat dengan jelas semua itu.
Tempat terakhir yang mereka datangi adalah ruang galeri. Tempat mereka menghabiskan banyak waktu bersama dan berbagi segala hal.
Tempat itu masih sama berantakannya seperti waktu dulu. Pengap dan penuh debu. Meski tidak begitu yakin, namun sepertinya tidak ada yang menggunakan ruangan ini selain mereka.
Taehyung duduk di sebuah bangku yang biasa dia gunakan dulu. Jungkook menarik sebuah kursi dan meletakkannya di sebelah Taehyung.
Dari jendela terlihat bahwa hari mulai senja.
“Hyung…..”, panggil Jungkook.
“Hmm…”, Taehyung yang masih asik mengenang masa lalu, menoleh ke Jungkook.
“Ada sesuatu yang ingin kukatakan.”
“Katakan saja.”
“Ini tentang yang terjadi antara kau dan Seokjin hyung. Tentang surat dari Cho Ahra.”
Jungkook menatap mata Taehyung dan melanjutkan, “Surat itu bukan untuk Seokjin hyung, tapi untukmu.”
Jungkook merogoh sakunya, mengeluarkan sebuah amplop berwarna ungu muda, dan manyerahkannya pada Taehyung.
“Aku menemukannya di tangga sebelum kita berkumpul di galeri untuk membahas rencana akhir pekan. Karena penasaran, aku membaca isinya. Ternyata itu sebuah surat cinta yang ditujukan padamu. Aku memutuskan untuk menyimpannya. Aku hanya tidak ingin orang lain masuk diantara kita bertujuh. Aku takut semua akan berubah kalau kau tahu Cho Ahra juga menyukaimu. Saat kau marah pada Seokjin hyung, aku baru tahu kalau surat itu awalnya dititipkan padanya. Cho Ahra mungkin menitipkan surat itu karena Seokjin hyung dekat denganmu dan malu bila memberikannya langsung. Surat itu mungkin terjatuh saat Seokjin membawanya. Saat Seokjin hyung bilang maaf pada hari itu, dia ingin minta maaf bahwa ia menghilangkan suratnya, sehingga tidak dapat memberikannya padamu.”
Taehyung membuka surat dari Ahra dan membacanya.
“Maafkan aku hyung…”, Jungkook berkata dengan nada penuh penyesalan.
Mendengar pengakuan Jungkook, Taehyung hanya tersenyum.
“Jungkook-ah, mari kita lupakan saja apa yang sudah terjadi. Semua itu sudah menjadi masa lalu sekarang.”
“Apa kau tidak marah padaku?”
“Aku sendiri melakukan kesalahan besar dengan menutup telingaku dari semua penjelasan.”
“Seharusnya aku mengatakan yang sebenarnya sejak awal.”
“Apa menurutmu itu akan menghasilkan keadaan yang lebih baik? Aku tidak tahu akan bersikap bagaimana bila tahu yang sebenarnya dari awal. Mengingat diriku yang tidak dapat mengendalikan emosi, aku mungkin akan tetap melakukan hal bodoh.”
“Sebenarnya tujuanku menemuimu bukan hanya untuk memberikan surat ini saja hyung.”
“Lalu?”
“Aku ingin memberitahumu bahwa Seokjin hyung telah meninggal.”
“S-Seokjin hyung meninggal?”, ucap Taehyung dengan terbata.
Perasaan Taehyung campur aduk mendengar kabar tersebut.  
“Besok akan dilakukan penghornatan terakhir sebelum dimakamkan. Apa hyung akan datang?”. Jungkook memberikan sebuah kertas kecil bertuliskan sebuah alamat.
Taehyung mengambilnya. Dia masih tidak percaya dengan apa yang telah dia dengar. Terkejut, sedih, bersalah. Semua menjadi satu. Tapi tidak ada ekspresi apapun di wajahnya.
“Hyung, hari mulai malam, ayo kita pulang.”
“Aku rasa aku akan berada di sini dulu.”
“Aku mengerti. Hari ini pasti hari yang berat bagimu. Maaf aku tidak bisa bersamamu lebih lama. Aku harus pergi sekarang. Sampai bertemu di sana besok hyung..”
Part 5
Taehyung sudah rapi dengan setelan jas hitam. Namun wajahnya tidak serapi pakaian yang dia kenakan. Kusut. Ia berangkat ke alamat yang diberikan Jungkook kemarin.
Dengan perasaan yang masih campur aduk, Taehyung berjalan di koridor menuju ke aula. Mendadak dia berhenti, dan menggosok-gosok kedua matanya. Seokjin terlihat berjalan dari arah berlawanan.
Seseorang menepuk pundaknya dari belakang, “Kim Taehyung…”
Taehyung menoleh. Ternyata itu Namjoon. Ada Hoseok, Yoongi, dan Jimin juga di belakangnya.
“Namjoon hyung, apa kau juga melihat Seokjin hyung di sana?”
“Tentu saja aku melihatnya.”
“Aku pikir ada yang salah dengan mataku. Jadi kau bisa melihatnya juga?”
Seokjin berdiri di depan Taehyung, dan menyapa, “Apa kabar Taehyung-ah?”
Taehyung memandang Seokjin dengan melebarkan matanya yang memang sudah besar. Maju satu langkah, dan menyentuh pipi Seokjin.
Seokjin mengernyitkan alis mendapat respon seperti ini dari Taehyung.
Namjoon, Yoongi, Hoseok, dan Jimin, menatap Taehyung dengan aneh.
“Apa kau sungguh Seokjin hyung?”, tanya Taehyung.
“Apa aku terlihat seperti orang lain?, jawab Seokjin bingung.
“Apa artinya sekarang aku sedang berbicara dengan arwahmu hyung?”
“Arwah? Maksudmu aku sudah mati?”
“Bukankah hari ini pemakamanmu? Itu yang disampaikan Jungkook padaku kemarin.”
“Jungkook? Kemarin?”, Hoseok mengulang kata-kata Taehyung.
Namjoon mendekati Taehyung dan berkata, “Taehyung-ah, ini pemakaman Jungkook, bukan Seokjin hyung.”
“Aku sungguh bertemu dengannya kemarin. Kami bahkan makan burger bersama dan pergi ke sekolah.”
“Mungkin saat ini kau hanya terkejut dan sedang melakukan penolakan pada kenyataan yang ada.”, jelas Namjoon.
Taehyung bergegas ke dalam aula. Dan menemukan wajah Jungkook yang terpampang jelas di sana. Wajahnya yang dihiasi senyum manis. Matanya yang bersinar. Dikelilingi oleh lilin dan bunga-bunga.
Dia tidak tahu kejutan macam apa lagi ini. Kini dia hanya berlutut dan menangis di hadapan foto Jungkook.
Jimin mendekat dan memeluk Taehyung. Kerinduan pada sahabatnya yang kini kembali setelah lama pergi. Di sisi lain salah satu sahabatnya justru pergi untuk selamanya. Air mata jimin pun ikut tumpah.
“Jimin-ah, katakan padaku bahwa semua ini tidak benar. Katakan padaku kalau kalian hanya bekerjasama dengan Jungkook untuk mengerjaiku. Katakan pada Jungkook untuk berhenti pura-pura tidur. Apa kalian sedang menghukumku sekarang? Aku sadar aku salah. Aku tidak akan pergi lagi. Aku janji. Katakan pada Jungkook untuk bangun.”, Taehyung berkata sambil tak sanggup menahan isak tangisnya.
“Taehyung-ah, Jungkook sudah tiada. Maafkan aku…., tapi ini semua bukan kebohongan. Ia benar-benar sudah pergi untuk selamanya.”
“Tapi kenapa dia pergi meski aku telah kembali?”
“Sejak kepergianmu waktu itu, Jungkook berubah. Ia menyalahkan dirinya sendiri. Dia merasa tidak pantas menjadi orang baik, dan mulai bergaul dengan gangster. Tiga hari lalu sekumpulan orang menyerang dan menikamnya hingga dia koma kemudian meninggal.”
Mendengar penjelasan Jimin, tangisan Taehyung semakin menjadi.
Seokjin, Yoongi, Namjoon, dan Hoseok yang awalnya hanya memandang sambil menahan air mata, kini ikut memeluk Taehyung. Mereka berenam berpelukan dan berbagi tangis bersama.

-END-


Post a Comment