LET GO Pt.3

Tangled

“Halo, Yoongi hyung?”
“Kenapa Hoseok-ah?”
“Bisa nggak datang ke studio?”
“Kenapa emangnya?”
“Hmmm, Minji cedera pas latihan…”
Begitu mendengar kabar dari Hoseok, Yoongi langsung pergi untuk melihat keadaan Minji.
“Minji-yah, bagian mana yang sakit?”
“Nggak apa-apa kok. Kayaknya cuma terkilir biasa aja, nanti juga sembuh sendiri.”, Minji menjawab sambil memijat pergelangan tangan kirinya.
“Hyung, sebaiknya kamu antar Minji ke rumah sakit.”, Hoseok khawatir dengan keadaan Minji.
“Ayo aku antar ke rumah sakit sekarang.”, ucap Yoongi dengan tatapan sedikit memohon.
Minji akhirnya bersedia pergi ke rumah sakit. Tapi bukannya ke bagian registrasi, Yoongi mengajak Minji ke cafeteria.
“Oppa, kenapa kita malah ke sini?”
“Seseorang akan datang kesini buat meriksa kamu. Nah, itu dia… Seokjin hyung!”, Yoongi melambaikan tangan ke arah Seokjin yang baru saja masuk cafeteria.
“Hyung, kenalin, ini Park Minji. Minji-yah, ini Seokjin hyung, dia lagi ambil pendidikan spesialis orthopedi di sini.”
“Aah, jadi ini yang namamya Minji.”
“Salam kenal.”, Minji sedikit membungkuk untuk memberi salam.
“Gimana, apa yang bisa aku bantu?”, Seokjin bertanya ke Yoongi, setelah tersenyum pada Minji.
“Pergelangan tangannya terkilir pas latihan, apa hyung bisa memeriksanya?”
“Kamu bahkan nggak pernah ngirim pesan meskipun aku ulang tahun. Minji pasti sangat spesial sampai kamu minta aku kesini. Boleh aku lihat tanganmu?”, Seokijn menjulurkan tangannya pada Minji, dan mulai memeriksa.
“Aku nggak bisa tahu pasti, tapi kayaknya ada cedera di bagian dalam. Apa besok pagi kamu bisa ke rumah sakit lagi buat rontgen?”
Minji menoleh ke arah Yoongi.
“Aku nggak bisa kalau besok pagi. Apa nggak bisa sekarang hyung?”
“Lab-nya sudah tutup kalau sekarang.”
“Oppa, aku bisa pergi sendiri besok pagi.”, sahut Minji.
“Benarkah?”, Yoongi sedikit cemas.
Melihat ekspresi Yoongi, Seokjin kemudian berkata, “Tenang aja, biar besok aku yang nemenin dia. Sementara aku kasih obat penghilang rasa sakit dulu. Tunggu ya aku ambilin.”
Setelah menerima obat dari Seokjin, Yoongi berpamitan lalu mengantarkan Minji pulang.
“Apa kamu beneran nggak apa-apa kalau besok pagi balik ke rumah sakit sendirian?”, Yoongi memastikan kembali, sesaat setelah mereka duduk dalam bus.
“Iya, beneran. Lagian kan besok juga ada temenmu. Aku bukan anak kecil lagi yang nggak bisa kemana-mana sendirian.”
“Oke. Hubungi aku kalau ada apa-apa.”
Minji menjawab dengan anggukan, lalu menyandarkan kepalanya di pundak Yoongi. Matanya perlahan terpejam. Yoongi melirik sejenak ke arah Minji yang sudah terlelap sebelum kemudian menatap ke luar jendela. Dan mereka pun melewatkan sepanjang perjalanan dalam diam.
Keesokan paginya Seokjin sudah berada di lobby rumah sakit menunggu Minji.
“Maaf Seokjin-ssi, aku datang telat.”
“Iya nggak apa-apa. Pasti sekarang lumayan susah ya ngelakuin aktivitas sehari-hari dengan kondisi tangan kayak gini. Ayo kita ke lab sekarang…”
Seokjin sedang memperhatikan dengan seksama hasil rontgen Minji. Ternyata benar dugaannya, tangan Minji tidak hanya terkilir biasa. Ada bagian tendon yang robek pada pergelangan tangan kirinya. Bukan sesuatu yang sangat serius, jadi tidak perlu dilakukan pembedahan.
“Minji-ssi, kamu harus mengistirahatkan tangan kirimu paling nggak selama sebulan. Aku akan masang bebat di pergelanganmu biar nggak banyak pergerakan, jadi tendonnya yang robek bakal nyambung lagi.”
“Aaah, baiklah.”
“Mungkin kamu bisa datang kesini seminggu sekali buat periksa perkembangan tanganmu.”
“Makasih ya buat semuanya…”
Sejak hari itu Minji dan Seokjin menjadi semakin dekat. Yoongi tengah sibuk dengan project kampusnya, jadi Minji selalu pergi menemui Seokjin sendirian untuk kontrol. Hingga tanpa terasa satu bulan telah berlalu.
Waktu menunjukkan pukul 20.00 malam. Minji sedang duduk di cafeteria rumah sakit bersama Seokjin. Hari ini bebat di pergelangan tangan Minji sudah bisa dilepas.
“Coba kamu putar-putar pergelanganmu, apa masih sakit?”, ucap Seokjin setelah melepas bebat dari tangan Minji.
“Sudah nggak sakit lagi.”, jawab Minji sambil memutar dan menggerak-gerakkan pergelangan tangannya dengan perlahan.
Di saat yang sama, Namjoon sedang pergi ke rumah sakit bersama Hoseok. Ibunya menyuruh mengantarkan makanan untuk Seokjin yang hari itu mendapat shift jaga malam.
Namjoon dan Hoseok berjalan menuju ruangan Seokjin. Namun saat melewati cafeteria, Hoseok menyenggol lengan Namjoon.
“Bukankah itu Seokjin hyung?”
Namjoon berhenti berjalan dan menoleh ke dalam cafeteria.
“Iya, itu Seokjin hyung. Sama siapa dia?”, Namjoon penasaran dengan seseorang yang sedang bersama Seokjin. Seorang gadis berambut hitam panjang, yang wajahnya tidak nampak karena posisi duduknya yang membelakangi sudut pandang Namjoon.
“Kenapa aku ngerasa nggak asing ya?”, Hoseok mencoba mencari dalam ingatannya.
Mereka memutuskan untuk menghampiri Seokjin.
Seokjin tidak menyadari bahwa Namjoon dan Hoseok sedang berjalan ke arahnya. Dia masih mengobrol dengan Minji.
“Syukurlah kalau emang udah nggak sakit lagi. Tapi jangan dipakai angkat barang berat atau kamu pakai gerak berlebihan dulu.”
“Iya… Makasih ya sudah banyak dibantu sebulan ini.”
“Iya sama-sama. Sudah nggak perlu bolak-balik ke rumah sakit lagi kamu.”
Mendengar kalimat Seokjin, Minji menundukkan wajahnya. Ia menggigit bibir bagian bawahnya, kemudian berkata, “Entah kenapa aku harap tanganku jangan sembuh dulu.”
“Hah?”, Seokjin mengkonfirmasi apa yang baru saja dia dengar.
“Rasanya sedih nggak ada alasan buat ketemu kamu lagi, hehehee.”, ucap Minji sambil tersenyum miris.
“Minji-ssi….”
“Aku suka sama kamu Seokjin-ssi.”
“……”, Seokjin tidak tahu harus berkata apa.
Minji pun melanjutkan, “Aku tahu ini kedengaran nggak masuk akal. Tapi emang itu yang aku rasain. Setelah sebulan ini deket sama kamu, aku sadar kalau orang yang aku suka itu kamu.”
“Kenapa kamu bisa mikir gitu?”
“Aku nyaman saat sama kamu. Aku cuma ngerasa kalau kamu adalah orang yang tepat.”
Belum sempat Seokjin berkata apapun, Namjoon masuk dalam percakapan mereka.
“Hey Park Minji….”
Seokjin terkejut melihat ada Namjoon dan Hoseok. Ternyata mereka mendengar apa yang sedang dibicarakan oleh Seokjin dan Minji.
Namjoon mengepalkan kedua tangannya, mencoba menahan amarah, menghela nafas, dan melanjutkan kalimatnya.
“Maaf sebelumnya, kalo aku ikut campur, meski sebenernya aku nggak ingin. Seokjin hyung saudaraku, jadi tolong jangan coba permainkan perasaannya. Yoongi hyung mungkin cuek dan nggak ekspresif, tapi dia tulus sayang sama kamu. Dan kamu hyung, kamu harusnya bisa jaga sikap. Meskipun kamu punya perasaan yang sama ke Minji, Yoongi hyung sahabatmu…”
Namjoon mengambil kotak bekal dari tangan Hoseok, dan meletakkannya di atas meja, “Ini… Ibu nyuruh aku nganterin makan malam.”
Tanpa berkata apa-apa lagi, Namjoon langsung pergi meninggalkan cafeteria. Hoseok berjalan mengikuti di belakangnya.
Sekeluarnya dari rumah sakit, Namjoon meluapkan amarahnya, “Aaaaargh!”
“Tenanglah Kim Namjoon.”, Hoseok menarik Namjoon untuk duduk di sebuah bangku, menghindari tatapan terkejut orang-orang.
“Gimana aku bisa tenang. Bayangkan betapa hancurnya hati Yoongi hyung kalau dia sampai tahu.”
“Jangan beritahu dia….”
“Tenang aja. Aku akan tetap jadi orang bodoh, yang cuma bisa diam apapun yang terjadi. Itu kan yang kamu harap aku lakuin? Apa kamu tahu, ini rasanya kayak kita ngedorong Yoongi hyung jalan ke arah jurang. Kamu pikir dengan jalan di belakangnya, kita bisa nangkep tangannya kalaupun dia jatuh? Enggak. Pada akhirnya dia akan tetap jatuh. Karena dia nggak cuma dikhianati sama cewek yang dia sayang, tapi juga sama sahabatnya sendiri.”


Post a Comment