DECISION EP.1 : Part 4

Vicissitudes of Life

Satu tahun telah berlalu. Tapi bagi Jimin kejadian itu seakan baru kemarin terjadi. Dia tahu sakit yang ditimbulkan bila ia datang ke tempat ini. Namun kakinya selalu membawanya kemari pada setiap tanggal yang sama. Berdiri sejauh 100 m dari pintu masuk sebuah gedung, memandangnya untuk beberapa saat, dan kemudian mulai memejamkan mata.
Dia mendapati dirinya sedang berada di atas panggung. Menyanyi dengan sepenuh hati. Sorakan penonton dapat ia dengar dengan jelas. Ia merasakan kemenangan sebentar lagi akan datang. Hingga tiba-tiba ia mendengar suaranya terpecah saat berada di klimaks lagu.
Seketika mata Jimin terbuka. Keringat dingin mengalir melewati pelipisnya. Entah kemana energinya pergi, ia terduduk lemah di tanah, dengan nafas terengah-engah.
“Pengecut….”, batinnya dalam hati sambil tersenyum sinis pada dirinya sendiri.
Merasa sudah mampu berjalan, Jimin pulang ke rumah.
“Kau pulang terlambat hari ini….”, ibunya membukakan pintu.
“Tadi aku makan tteokbokki dengan teman-teman.”, Jimin menjawab sambil tersenyum, kemudian masuk ke dalam kamar.
Ia melepas ranselnya dan duduk di lantai, bersandar pada bagian tepi tempat tidur. Matanya memandang seluruh bagian kamar, yang selama ini menjadi saksi bisu dari segala kebohongan yang dia bangun. Di kamar ini dia tidak perlu memasang wajah tersenyum. Tidak perlu bersikap bahwa dia baik-baik saja.
Apa yang terjadi setahun yang lalu, benar-benar telah merubah hidupnya. Menyerah pada kecintaannya dalam bernyanyi. Menyerah pada segalanya.
Dia tidak tahu bahwa memenuhi ekspektasi orang itu adalah sesuatu yang paling mengerikan. Dan hal yang berbahaya di dunia ini adalah kata-kata. Dengan pujian ia sampai ke atas puncak, dengan hujatan ia terjatuh ke dalam jurang. Semudah itulah kata-kata dapat merubah kehidupanmu.
Jimin tidak lagi perduli akan apa yang dia suka. Saat ini satu-satunya orang yang tidak ingin dia hancurkan ekspektasinya adalah ibunya. Yaitu menunjukkan dirinya menjalani hari-hari dengan baik, menunjukkan dirinya baik-baik saja, sehingga ibunya tidak merasa khawatir.

Post a Comment