DECISION EP.1 : Part 7

Wishing On A Scar

Sore itu Yoongi menghabiskan waktu di lapangan basket yang kosong . Ia duduk di deretan bangku pemain. Kaki kanannya menopang di atas paha kiri, dan tangan kanannya menggennggam sebotol susu. Berbeda dengan penampilannya yang terkesan keras, dia sangat menyukai susu pisang. Terdengar lagu Fly milik Epik High mengalun dari ponselnya.
“Hyuung…..”
Seseorang terlihat berjalan masuk ke dalam lapangan. Namun hanya tampak siluetnya saja. Suaranya terasa familiar di telinga Yoongi. Dia adalah Hoseok.
“Hyung, kenapa kau ada di sini? Kau tidak pergi ke kafe untuk bekerja?”
“Hari ini shift Taehyung.”
“Aah, pantas tadi dia buru-buru pergi. Bagaimana dengan bimbingan belajar?”
“Hari ini juga tidak ada jadwal bimbingan.”
“Ooh….”
“Kenapa kau tidak pulang?”
“Belum ingin. Hehehee…..”
Kemudian mereka berdua duduk dalam diam.
“Hey, Jung Hoseok! Sampai kapan kau akan duduk di sebelahku? Aku sudah cukup bosan duduk denganmu selama siaran.”
“Tidak bisakah sekali-sekali hyung mengatakan hal yang manis padaku? Suasana hatiku saat ini sedang kurang baik.”
Yoongi hanya diam.
“Hyung, setidaknya bertanyalah ‘kenapa?’…..”
“Untuk apa? Pada akhirnya kau akan bercerita panjang lebar tanpa perlu kutanya.”
“Ruang bawah tanah yang biasanya kugunakan berlatih menari dengan teman-teman, sekarang sudah disegel.”
“Kau bisa menemukan studio tari dimana-mana.”
“Itu artinya aku harus membayar. Aku tidak bicara soal nominal, tapi seluruh keuangan sepenuhnya dipegang ayahku. Bahkan dia tahu pengeluaranku untuk sebungkus permen. Bisa habis aku kalau sampai ayahku tahu aku menyewa studio untuk menari. Baginya menari itu membuang waktu, kegiatan tidak berguna dan berbahaya. Dia benar-benar melarangku menari setelah pergelangan kakiku pernah cedera ketika SMP dulu.”
“Kalau begitu menari saja di jalanan, bukankah kau bisa menari di mana pun.”
“Seriuslah sedikit hyung…”
“Apa bagimu aku nampak membuat lelucon?!”
“Baiklah, akan kupikirkan. Eh hyung, perdengarkan aku lagu barumu, mungkin aku bisa dapat inspirasi membuat gerakan baru.”
“Laguku sudah mati.”
“Apa maksudmu?”
Yoongi mematikan lagu di ponselnya sebelum menjawab pertanyaan Hoseok.
“Aku sudah berhenti membuat lagu.”
“Jadi kau memutuskan menyerah pada mimpimu?”
“Menurutmu kenapa aku tiba-tiba mau ikut bimbingan belajar? Karena untuk saat ini, aku mengaku kalah dari ayahku.”
“Hyung….”, Hoseok memanggil Yoongi dengan nada sedih. Entah kenapa mendengar hal itu membuat hatinya terasa lebih sakit dari pada saat mengetahui ruang latihan tarinya telah disegel.
“Kau tahu istilah ‘No Pain No Gain’? Kau perlu bekerja sangat keras untuk mencapai sesuatu yang benar-benar kau inginkan, meski artinya kau harus siap untuk terluka juga. Berapa banyak luka lagi yang kuperlukan untuk mencapai tujuanku? Bukan luka fisik yang tak sanggup kutahan. Aku juga tidak peduli dengan komentar orang yang menilaiku sebagai seorang berandalan. Mereka pikir semua luka di tubuhku karena aku mudah terlibat dalam perkelahian, tanpa mereka tahu aku mendapat semua ini dari ayahku sendiri. Akan lebih baik jika ini hanya menyangkut tentang diriku saja. Tapi sejauh apalagi ibuku harus ikut menanggung luka. Berapa banyak air mata lagi yang harus ia keluarkan.”
“Tapi kau sungguh menyukai musik. Kau ingin bisa menjadi seorang produser kan hyung…”
“Andai saja hidup memang sesederhana antara suka dan tidak suka.”

Post a Comment