LET GO Pt.4 (FINALE)

Good Goodbye

Yoongi dan Minji sedang duduk berdua di taman dekat apartemen Minji.
“Oppa, kenapa malam-malam datang ke sini?”
Yoongi menyodorkan sebuah bungkusan.
“Apa ini?”
“Kue kesukaanmu.”
Minji membuka bungkusan itu. Ada cheese cake di dalamnya.
“Dalam rangka apa?”
“Nggak ada alasan khusus.”
“Apa oppa pengen aku gendut ngasi ini malam-malam?”
“Kamu bahkan makan lebih banyak dari aku, tapi nggak gemuk juga nyatanya.”
“Hahahaaa.”, Minji tertawa mendengarnya. Tapi tawa itu menghilang dengan cepat.
Suasana menjadi hening.
“Kamu kenapa?”
“Oppa, sebenarnya…”, Minji tidak sanggup melanjutkan kata-katanya saat memandang mata Yoongi.
Ia tidak tahu apakah sekarang ini waktu yang tepat. Tapi lebih cepat ia jujur bukankah lebih baik.
“Kamu mau bilang apa?”
“Aku jatuh cinta pada seseorang.”
Yoongi tidak memberikan reaksi apapun. Ia tahu Minji belum selesai berbicara.
“Aku tahu harusnya nggak ngelakuin ini, tapi aku nggak mau bohong sama perasaanku sendiri. Apa yang aku rasain ke oppa selama ini tulus. Tapi aku sadar, rasa ini bukan cinta. Aku sayang oppa sebagai seorang kakak laki-laki yang nggak pernah aku miliki sebelumnya.”
“Aku minta maaf…”
“Kenapa oppa yang minta maaf? Oppa nggak pernah melakukan kesalahan apapun.”
“Maaf karena seharusnya aku bisa memperlakukanmu sebagai seorang wanita dengan lebih baik lagi.”
“Yoongi oppa….”
“Aku baik-baik aja kok. Makasih kamu sudah mau jujur.”
“Meski aku kedengeran egois, tapi aku harap kita tetap bisa jadi sahabat baik.”
“Cheese cake itu pada akhirnya jadi sebuah kue perpisahan.”
“Maafin aku….”, Minji menundukkan kepalanya.
“Aku nggak tahu harus bilang apa. Apa aku harus hibur kamu biar kamu merasa lebih baik? Tapi aku sendiri nggak yakin sama kondisiku saat ini.”
Yoongi bangkit dari duduknya, dan melanjutkan, “Kayaknya otakku juga nggak bisa diajak mikir dengan benar buat sekarang. Sebaiknya kamu masuk dan istirahat. Aku pulang dulu ya….”
Tanpa menunggu respon dari Minji, Yoongi melangkah pergi. Melambaikan tangannya, tanpa menoleh ke belakang.     
Langkahnya terhenti saat melintasi sebuah café. Café itu sudah tutup. Gelap. Tapi Yoongi masih dapat melihat dengan jelas bagian dalamnya melalui dinding kaca yang dibantu sorotan lampu jalan.
Memorinya memainkan kembali adegan kencan pertamanya di café itu.
Tiba-tiba pipinya terasa hangat. Tanpa ia sadari, air mata mengalir dari matanya.
Kini semuanya telah berakhir. Dia bisa apa kalau memang hati Minji memilih tempat yang lain. Yang bisa Yoongi lakukan hanya melepaskan. Tapi dia akan melepaskan dengan benar, dan itu bukan malam ini.
Setelah otaknya mulai dapat diajak bekerjasama, Yoongi mengirim pesan kepada Minji. Ia mengajak Minji untuk bertemu di café itu. Ia berencana untuk mengakhiri segalanya di tempat semua itu dimulai.
Yoongi datang 30 menit lebih awal dari waktu yang ditentukan. Bukan karena ia tidak ingin Minji menunggu, tapi karena dia takut. Dia takut jika Minji yang datang lebih dulu, ia akan berbalik pulang setelah melihat sosok Minji dari luar.
Belum ada 30 menit menunggu, Minji terlihat memasuki pintu café dan berjalan ke arah Yoongi. Rambut hitamnya dibiarkan terurai. Dengan mengenakan mini dress tanpa lengan berwarna peach, Minji tampak cantik seperti biasa. Tidak, dia bahkan lebih cantik dari biasanya.
“Apa aku telat?”
“Enggak kok, aku juga baru datang.”, jawab Yoongi berbohong.
Mereka kemudian mulai memesan minuman.
Minji membuka percakapan, “Rasanya seperti baru kemarin kita datang kesini.”
“Dan hari ini akan jadi hari terakhir kita kesini.”
“Apa oppa nggak akan nemuin aku lagi habis gini?”
“Akan lebih baik kalau kita nggak saling ketemu lagi. Aku nggak benci sama kamu. Bukan salahmu kalau kamu suka sama orang lain. Kita nggak pernah tahu akan jatuh cinta sama siapa.”
“Baiklah kalau itu yang oppa mau. Maaf kalau aku egois dengan minta oppa tetap ada buatku.”
Pelayan datang mengantarkan segelas vanilla latte dan coffee latte.
“Kamu bisa memulai hubungan baru dengan orang yang emang kamu suka. Aku nggak akan melewati batasku sebgai seorang mantan.”
“Aku nggak akan memulai hubungan sama siapapun.”
“Kenapa enggak?”
“Karena aku sudah ditolak.”
Yoongi meminum coffee lattenya. Mendengar jawaban Minji, menimbulkan perdebatan antara hati dan pikirannya. Logikanya membuat dia ingin marah mengetahui fakta bahwa Minji menyatakan perasaan pada orang lain bahkan sebelum mereka resmi berpisah. Tapi hatinya berbahagia mengetahui kenyataan bahwa Minji ditolak, yang berarti ada kesempatan baginya untuk mempertahankan hubungan.
“Siapa?”, kata itu meluncur begitu saja dari mulut Yoongi, di tengah kebimbangan yang dialaminya.
“Kim Seokjin.”
“Maksudmu Kim Seokjin yang kukenal?”
“Iya, benar. Aku ngungkapin perasaanku di hari terakhir aku periksa ke rumah sakit. Oppa tahu apa yang dia bilang ke aku? Dia cuma bilang maaf. Dan dia minta jangan sampai aku cerita ke oppa tentang semua ini. Tapi aku rasa oppa harus tahu.”
“Aku sama sekali nggak sadar kalau yang kamu suka adalah Seokjin hyung. Sebenarnya nggak terlalu penting kalo kamu suka sama Kim Seokjin, Kim Namjoon, atau bahkan Jung Hoseok sekalipun. Pada intinya adalah hatimu bukan buatku. Aku nggak punya kata-kata manis buat kusampaikan. Aku cuma berharap kamu bisa ngejalani hari-hari dengan baik.”
Yoongi pergi ke rumah Seokjin setelah pulang dari café. Ia duduk di depan teras, menunggu Seokjin kembali dari rumah sakit.
“Yoongi hyung…., ngapain di luar sini?”, Namjoon datang bersama Seokjin.
“Aku mau ngomong sesuatu sama Seokjin hyung.”
Namjoon menyadari situasi yang sedang terjadi. Ia pun langsung masuk ke dalam rumah.
Seokjin duduk di sebelah Yoongi.
“Kamu mau ngomong soal apa?”
“Minji sudah cerita semuanya sama aku.”
“Ooh.”
“Apa hyung juga suka Minji?”
“Apa itu penting aku suka atau nggak?”
“Kenapa hyung nolak dia? Apa karena ngerasa nggak enak sama aku?”
“Hahahaa, nggak usah ke-GR-an….”
“Terus kenapa? Aku nggak masalah kalau hyung pacaran sama MInji.”
“Sorry ya, aku nggak terima barang bekas dari kamu.”
“Sialan…. Aku serius hyung.”
“Yoongi-yah, buat sekarang aku cuma mau fokus sama pendidikanku. Anggaplah aku emang suka Minji, aku nggak akan bisa memperlakukan dia sebaik apa yang kamu lakuin. Kamu nggak nyesel nglepasin Minji?”
“Nggak semua kehilangan adalah sebuah kerugian. Untuk sekarang aku belajar merelakan, mungkin kedepan aku akan belajar untuk memperjuangkan.”


-END-

Post a Comment